Subscribe to Revolution Church

Makalah Keperawatan

Blog Accessories

Blogger Pemula

Friday, July 29, 2011

Tanggung Jawab Hukum, Etika, Dan Profesi Menurut Perawat


Assalamualaikum Wr. Wb.



Tanggung Jawab Hukum, Etika, Dan Profesi
Menurut  Perawat



A.    UUK No.36 TAHUN 2009

Perawat profesional harus menghadapi tanggung jawab etik dan konflik yang mungkin mereka alami sebagai akibat dari hubungan mereka dalam praktik profesional. Kemajuan dalam bidang kedokteran, hak klien, perubahan social dan hukum telah berperang dalam peningkatan  perhatiann terhadap etik. Standar prilaku perawat di tetapkan dalam kode etik yang di susun oleh asosiasi keperawatan internasional, nasional, dan Negara atau provinsi. Perawat harus mampu menerapkan prinsip etik dalam pengambilan keputusan dan mencakup nilai dan keyakinan dari klien, profesi, perawat, dan semua pihak yang terlibat. Perawat memiliki tanggung jawab untuk melindungi hak klien dengan bertindak sebagai advokad klien.

Keperawatan sebagai suatu profesi harus memiliki suatu landasan dan lindungan yang jelas. Para perawat harus tahu berbagai konsep hukum yang berkaitan dengan praktik keprawatan karena mereka perawat mempunyai akuntabilitas terhadap keputusan dan tindakan profesional yang mereka lakukan. Secara umum terhadap dua alasan terhadap pentingnya para perawat tahu tentang hukum yang mengatur prakyiknya. Alasan pertama untuk memberikan kepastian bahwa keputusan atau tindakan perawat yang di lakukan konsisten dengan prinsip-prinsip hukum. Kedua untuk melindungi perawat dari liabilitas. Untuk itu dalam makalah ini akan di bahas tentang etik dan hukum dalam keperawatan.
1.    Tanggung jawab perawat terhadap profesi.
Perawat, berupaya meningkatkan kemampuan profesionalnya secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan jalan menambah ilmu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang bermamfaat bagi perkembangan keperawatan. Perawat menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan menunjukkan perilaku dan sifat-sifat pribadi yang luhur. Perawat berperan dalam menentukan pembakuan pendidikan dan pelayanan keperawatan, serta menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan. Perawat secara bersama-sama membina dan memelihara mutu organisasi profesi keperawatan sebagai sarana pengabdiannya.
2.    Tanggung jawab terhadap sesame perawat dan profesi kesehatan lainnya :
a.    Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antara sesama perawatdan dengan tenaga kesehatan lainnya, baik dalam memelihara kerahasiaan suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapaitujuan pelayanan secara menyeluruh.

b.    Perawat senantiasa menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan dan pengalamannya kepada sesame perawat serta menerima pengetahuan dan pengalaman dari profesi lain dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam bidang keperawatan.
3.    Tanggung jawab terhadap profesi keperawatan
a.    Perawat senantiasa berupaya meningkatkan kemampuan profesional secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan jalan menambah ilmu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang bermanfaat bagi perkembangan keperawatan.
b.    Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan menunjukkan perilaku dan sifat pribadi yang luhur.
c.    Perawat senantiasa berperan dalam menentukan pembakuan pendidikan dan pelayanan keperawatan serta menerapkan dalam kegiatan dan pendidikan keperawatan.
d.    Perawat secara bersama-sama membina dan mememlihara mutu organisasi keperawatan sebagai sarana pengabdiannya.



B.    UURS No.44 TAHUN 2009

Rumah sakit adalah subyek hukum. Berarti rumah sakit dapat melakukan hubungan hukum dengan subyek hukum lainnya dalam melaksanakan pelayanan kesehatan. Karena itu rumah sakit wajib menanggung segala konsekuensi hukum yang timbul sebagai akibat dari perbuatannya atau perbuatan orang lain yang berada dalam tanggung jawabnya.
Tanggung  jawab hukum tersebut meliputi tiga aspek yaitu perdata, hukum administrasi, dan hukum pidana. Dari sisi hukum perdata, pertanggungjawaban rumah sakit terkait dengan hubungan hukum yang timbul atara pasien dengan rumah sakit dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit.
1.    Perdata
Merujuk pendapat Triana Ohoiwutun(2007:81), hubungan hukum ini menyangkut dua macam perjanjian yaitu perjanjian pelayanan medis. Perjanjian perawatan adalah perjanjian antara rumah sakit untuk menyediakan perawatan dengan segala pasilitasnya kepada pasien. Sedangkan perjanjian pelayanan medis adalah perjanjian antara rumah sakit dan pasien untuk memberikan tindakan medis sesuai kebutuhan pasien.
Jika terjadi kesalahan dalam pelayanan kesehatan, maka menurut hukum mekanisme hukum perdata pihak pasien dapat menggugat dokter berdasarkan wan prestasi (ingkar janji), di samping perbuatan melawan hukum.
2.    Adminstrasi
Pertanggungjawaban rumah sakit dari aspek hukum administratif berkaitan dengan kewajiban atau persyaratan administrative yang harus di penuhi oleh rumah sakit khususnya untuk mempekerjakan tenaga kesehatan di rumah sakit.
UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan (UU kesehatan) yang menentuka antara lain kewajiban untuk memiliki kualifikasi minimum dan memiliki izin dari  untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Selain itu UU kesehatan menentukan bahwa tenaga kesehatan harus memenuhi kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan dan standar prosedur oprasional.
Jika rumah sakit tidak memenuhi kewajiban atau persyaratan administrative tersebut, maka berdasarkan pasal 46 UU RS, rumah sakit dapat dijatuhi sanksi administrative berupa teguran, teguran tertulis, tidak di perpanjang izin oprasional, atau denda dan pencabutan izin.
3.    Pidana
Pertanggungjawaban dari aspek hukum pidana terjadi jika kerugian yang di timbulkan atas kelalaian yang di lakukan oleh tenaga medis di rumah sakit memenuhi tiga unsur. Ketiga unsure tersebut adalah adanya kesalahan dan perbuatan melawan hukum serta unsur lainnya yang tercantum dalam ketentuan pidana yang bersangkutan.
Perlu di kemukakan bahwa dalam system hukum pidana kita, dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korporasi, maka pengurusnya dapat dikenakan pidana penjara dan denda. Sedangkan untuk korporasi, dapat dijatuhi pidana denda dengan pemberatan.


C.    Pemerintahan mentri kesehatan No. 269 tahun 2008 tentang persetujuan
        tindakan kedokteran Dr. Wila Ch. Supriadi, S.H.

Guru Besar Hukum Kesehatan Unika Parayangan Bandung
Rekan medis adalah berkas berisi catatan dan dokumen tentang pasien yang berisi identitas, pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis lain pada sarana pelayanan kesehatan untuk rawat jalan, rawat inap baik dikelola pemerintahan maupun swasta. Setiap sarana kesehatan wajib membuat medis, di buat oleh dokter atau tenaga kesehatan lain yang terkait, harus di buat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan, dan harus dibubuhi tanda tangan yang memberikan pelayanan.
1.    Tata cara penyelenggaraan
a.    Pembetulan kesalahan di lakukan pada tulisan yang salah, di beri paraf oleh petugas yang bersangkutan.
b.    Menghapus tulisan dengan cara apapun juga tidak di perbolehkan.
c.    Penyimpanan lima tahun sejak pasien terakhir berobat, setelah lima tahun dapat dimusnahkan sesuai tata cara pemusnahan ditetapkan oleh dirjen dan tatab cara pemusnahan arsip yang baku.
d.    Dapat dilakukan penyimpanan khusus dan di tempatkan tersendiri.
e.    Rekam medis di simpan oleh petugas khusus yang di tunjuk oleh pimpinan sarana kesehatan.
f.    Isi rekam medis milik pasien.
g.    Wajib di jaga kerahasiaannya.
h.    Pemaparan isi rekam medis hanya boleh di lakukan dengan izin tertulis dari pasien.
i.    Pimpinan sarana kesehatan bertanggung jawab atas kerusakan, kehilangan, pemalsuan, dan penyalahgunaan oleh orang/badan yang tidak berhak.

2.    Pemamfaatan rekam medis
a.    Dasar pemeliharaan kesehatan pasien
b.    Bahan pembuktian dalam perkara hukum
c.    Bahan penelitian dan pendidikan
d.    Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan
e.    Bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan

3.    Isi rekam medis
a.    Rawat jalan: identitas; anamnese; diagnosi dan tindakan pengobatan.
b.    Rawat inap: identitas; anamneses; riwayat penyakit; hasil pemeriksaan laboratorik; diagnosis; persetujuan tindakan medic; pengobatan; catatan perawat; catatan observasi klinik dan hasil pengobatan; resume akhir dan evaluasi pengobatan.

4.    Pengorganisasian
a.    Pengelolaan rekam medis di laksanakan sesuai dengan tata kerja organisasi sarana kesehatan
b.    Pimpinan sarana kesehatan wajib membina
c.    Pengawasan oleh dirjen
d.    Sanksi teguran sampai dengan pencautan izin praktik.

5.    Wajib membuat rekam medis
a.    Sengaja tidak membuat rekam medis diancam dengan hukuman penjara maksimal 1 tahun atau denda 50  juta
b.    Harus segera di lengkapi segera setelah selesai tindakan medis
c.    Dibubuhan nama, waktu dan ditandatangani

6.    Pelaksanaan di lapangan
a.    Pasien berhak mendapatkan copy rekam medis
b.    Dijaga kerahasiaannya, bahkan sampai pasien meninggal dunia, jika pasien meninggal dunia, maka keluarga tidak berhak untuk meminta rekam medis.
c.    Untuk kepentingan penelitian, dapat diberikan, namun tanpa identitas.
d.    Apabila sudah menjadi perkara baru dapat diberikan, kepada penegak hukum
e.    Dasar dari pengaduan dan gugatan pasien hanya melalui rekam medis.
f.    Pasien atau pengacara pasien sulit membaca rekam medis, harus di baca oleh dokter
g.    Belum tentu dokter lain juga dapat membaca rekam medis dari dokter.
h.    Dokter menggunakan rekam medis untuk pembuktian kasus yang menimpa dirinya(rahasia pasien).
i.    Berkas rekam medis hilang, maka yang bertanggung jawab adalah petugas yang menjaga arsip rekam medis, sanksix cukup berat, dapat di kategorikan sebagai pemalsuan, jadi kalau salah tulis hanya dapat di betulkan pada saat itu, dengan cara mencoret yang salah dan di bubuhkan paraf sekali ditulis tidak diperbaiki kemudian.
j.    Pemeriksaan penunjang, selalu diberikan kepada pasien, karena adanya pendapat itu milik pasien apabila dilakukan harus ditulis hasilnya diberikan kepada pasien masalah timbul apabila pasien menghilangkan hasil pemeriksaan tersebut.

7.    Berkas rekam medis di pengadilan
a.    Rekam medis bukan akta atentik
b.    Pembuktian di pengadilan, masih memerlukan interprestasi
c.    Jadi rekam medis dapat dipergunakan untuk pembuktian, namun masih tetap saja dapat di perdebatkan.
d.    Berguna untuk dokter, sedikit gunanya untuk pasien.
8.    Rahasia kedokteran atau rahasia jabatan ( pasal 322 KUHP )
a.    Hak dokter menolak untuk hadir di pengadilan.
b.    Pengajuan keberatan pada hakim.
c.    Hakim memutuskan ditolak atau dikabulkan.
9.    Arti rekam medis
a.    Banyak dokter yang tidak menyadari pentingnya rekam medis.
b.    Harus disadari bahwa rekam medis harus dibuat dan tidak membuat rekam medis adalah tindak pidana kejahatan.
c.    Harus lengkap, sebab dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
d.    Rekam medis yang tidak lengkap akan menyulitkan dokter dalam perkara dengan pasien baik di luar maupun di dalam pengadilan.
e.    Meskipun yang harus di buktikan pasien, apabila rekam medis tidak lengkap dapat membuka interprestrasi adanya kelalaian yang di lakukan oleh dokter.
f.    Rekam medis diisi oleh banyak pihak, semua pihak harus menyadari pentingnya rekam medis secara keseluruhan.
g.    Selain berisi catatan, berkas rekam medis juga terdiri dari hasil pemeriksaan penunjang.
h.    Hasil pemeriksaan penunjang sebaiknya di jadikan satu dengan berkas rekam medis, kecuali diminta dengan oleh pasien.
i.    Apabila pasien meminta maka menjadi tanggung jawab pasien, hanya berkas pendapat ahli ( interpretasi ) harus di simpan oleh sarana kesehatan.
j.    Berkas rekam medis yang lengkap sangat membantu dokter atau rumah sakit dalam proses pembuktian perkara baik di luar pengadilan maupun di dalam pengadilan, bahkan dapat membuat pasien mengerti akan semua tindakan medis yang di lakukan oleh dokter.


D.    Pemerintah mentri kesehatan No. 290 tahun 2008 tentang rekan medis.

Menimbang bahwa sebagai pelaksanaan pasal 45 Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedoteran, perlu mengatur kembali persetujuan tindakan medik dengan peraturan menteri kesehatan.
1.    Penjelasan tentang tindakan kedokteran harus diberikan langsung kepada pasien atau keluarga terdekat, baik di minta maupun tidak di minta.
2.    Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak sadar, penjelasan di berikan kepada keluarganya atau yangg mengantar.
3.    Penjelasan tentang tindakan kedokteran sebagaimana di maksud pada ayat (10 sekurang-kurangnya mencakup:
a.    Diagnosis atau tata cara tindakan kedokteran.
b.    Tujuan tindakan kedokteran yang di lakukan
c.    Alternatif tindakan lain, dan risikonya
d.    Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e.    Progronosis terhadap tindakan yang di lakukan
f.    Perkiraan pembiayaan.


Pasal 8

1.    Penjelasan tentang diagnosis dan keadaan kesehatan pasien dapat meliputi:
a.    Temukan klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga saat tersebut.
b.    Diagnosis penyakit,atau dalam hal belum dapat di tegakkan, maka sekurang-kurangnya diagnosis kerja dan diagnosis bandung.
c.    Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya tindakan kedokteran.
d.    Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak di lakukan tindakan.
2.    Penjelasan tentang tindakan kedokteran yang di lakukan meliputi:
a.    Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan prepentif, terapeutik, atau rehabilitatif.
b.    Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan di alami pasien selama dan sesudah tindakan, serta efek samping atau ketidaknyamanan yang mungkin terjadi.
c.    Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekurangannya di bandingkan dengan tindakan yang di rencanakan.
d.    Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing alternatif tindakn.
e.    Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat akibat resiko dan komplikasi tersebut  atau keadaan tak terduga lainnya.
3.    Penjelasan tentang resiko dan komplikasi tindakan kedokteran adalah semua resiko dan kimplikasi yang dapat terjadi mengikuti tindakan kedokteran yang di lakuakan,kecuali
a.    Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum.
b.    Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau yang dampaknya sangat ringan.
c.    Risiko dan komplikasi yang tidak dapat di bayangkan sebelimnya.
4.    Penjelasan tentang prognosis meliputi:
a.    Prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam)
b.    Prognosis tentang fungsinya (ad functionam)
c.    Prognosis tentang kesembuhan (ad sanationam)




Pasal 9

  1. Penjelasan sebagai mana di maksud dalam pasal 8 harus diberikan secara lengkap dengan bahasa yang mudah di mengerti atau dengan cara lain yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman.
  2. Penjelasan sebagai mana maksudnya pada ayat (1) di catat dan di dokumentasikan dalam berkas rekam medis oleh dokter atau dokter gigi yang memberikan penjelasan dengan mencantumkan tanggal, nama, waktu, dan tanda tangan pemberi penjelasan dan penerima penjelasan.
  3. Dalam hal dokter atau dokter gigi menilai bahwa penjelasan tersebut dapat merugiakan kepentingan kesehatan pasien menolak di berikan penjelasan, maka dokter atau dokter gigi dapat memberikan penjelasan tersebut kepada keluarga terdekat dengan di dampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain sebagai saksi.


Pasal 10

  1. Penjelasan sebagai mana di maksud dalam pasal 9 di berikan oleh dokter gigi yang meraway pasien atau salah satu dokter gigi dari tim dokter yang merawatnya.
  2. Dalam hal dokter atau dokter gigi yang merawatnaya berhalangan untuk memberikan penjelasan secara langsung maka pemberian penjelasan harus didelegasiakan kepada dokter gigi lain yang kompeten.
  3. Tenaga kesehatan tertentu dapat membantu memberikan penjelasan sesuai dengan kewenangannya.
  4. Tenaga kesehatan tertentu sebagaimana di maksud pada ayat (3) adalah tenaga kesehatan yang ikut memberikan pelayanan kesehatan secara langsung kepada pasien.


Pasal 11

  1. Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan.
  2. Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana di maksud pada ayat (1) merupakan dasar dari pada persetujuan.


Pasal 12

  1. Perluasan tindakan kedokteran yang tidak terdapat indikasi sebelumnya, hanya dapat dilakukan untuk menyelamatkan jiwa paisen.
  2. Setelah memperluas tindakan kedokteran sebagaimana di maksud pada ayat (2) dilakukan dokter atau dokter gigi harus memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarga terdekat.


Tanggung jawab
Pasal 17

  1. Pelaksanaan tindakan kedokteran yang telah mendapat persetujuan menjadi tanggung jawab dokter atau dokter gigi yang melakukan tindakan kedokteran.
  2. Sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran.


Bambua*09

Artikel Terkait



0 comments:

Post a Comment

My Facebook

Statistik

 
BAMBUA*09. Copyright 2008 All Rights Reserved by Bambua*09 Blogger Template by BAMBUA*09